Perbedaan antara yang MUNGKIN dan TIDAK MUNGKIN, terletak pada TEKAD KITA.

Jumat, 18 Oktober 2013

INTISARI KHUTBAH IDUL ADHA 1434 H Ketaatan dan Pengorbanan untuk Perubahan Besar Dunia Menuju Khilafah


Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Ketika Sang Surya 10 Zuhijjah,  mulai merangkak menyapa alam semesta, gema takbir, tasbih, tahmid, dan tahlil pun membahana di seluruh penjuru dunia. Kita semua yang hadir di Masjid Jamiatul Amaliah ini, larut dalam haru biru perayaan ‘Idul Adha. Seolah-olah tumpah-ruah menjadi satu, bersama 1,57 milyar, umat muslim yang mendiami planet bumi. Sementara itu, pada 9 Dzulhijjah kemarin, dengan suhu 35 celcius lebih 168 ribu jamaah haji asal Indonesia, atau lebih dari 3 juta saudara kita kaum Muslimin dari seluruh penjuru dunia telah berkumpul di Padang Arafah, menunaikan ibadah haji, rukun Islam yang kelima.
Alhamdulillâhi Rabbil al-âlamîn, segala puji hanyalah pantas milik Allah Swt, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan dan suri tauladan kita, Rasulullah Muhammad Saw, beserta keluarga, para shahabatnya, dan seluruh umatnya senantiasa berjuang tak kenal lelah untuk menerapkan dan menyebarluaskan risalahnya  ke seluruh pelosok dunia hingga akhir zaman.
Pagi ini,  memori sejarah membawa kita pada kenangan ribuan tahun lalu, tentang jasa besar manusia-manusia agung yang telah menciptakan arus terbesar dalam sejarah manusia,  yang merupakan cikal bakal, untuk membentuk arah kehidupan, membuka lebar-lebar mata dan hati kita, guna meraih hikmah dari nilai sejarah. Lebih dari 4000 tahun lalu,  tiga Insan Mulia tersebut adalah, Ibrahim, Hajar,  dan Ismail,  berjalan kaki lebih  dari 2000 km jaraknya. Mungkin hampir setara jarak antara  Muara Kaman -  Palangkarya atau dari negeri Syam – yang sekarang menjadi Syria, Palestina, Jordania dan Lebanon – menuju jazirah tandus – yang oleh Al Qur’an disebut sebagai lembah yang tak ditumbuhi tanaman apapun.
Bayangkan,  di Jazirah yang tandus tersebut, bagaimana mereka harus memulai sebuah kehidupan baru,  tanpa siapa-siapa, dan tanpa apa-apa. Mereka  membangun ka’bah dan memulai peradaban baru. Tidak kurang 42 generasi dari anak cucu Ibrahim secara turun temurun hingga Nabi Muhammad saw. membawa agama Tauhid ini dan mengubah jazirah itu menjadi pusat dan pemimpin peradaban dunia.

Ka’bah pada mulanya hanya ditawafi 3 manusia agung itu, kini setiap tahunnya ditawafi sekitar 5 juta manusia dari seluruh pelosok dunia yang melaksanakan ibadah haji – dan dalam beberapa tahun ke depan akan ditawafi sekitar 12 juta manusia setiap tahun
. Menurut Metrotvnews.com Proyek perluasan Masjidil Haram sejak pekerjaan dimulai pada Januari lalu, proyek sudah selesai 30% dengan menelan biaya 100 miliar Riyal atau sekitar Rp300 triliun.


Di moment penting Hari Raya Idul Adha ini, kita juga selalu mengenang kembali peristiwa agung pengorbanan Nabi Ibrahim dalam menaati perintah Allah Azza wajalla, untuk menyembelih putranya, Ismail. Bagi Nabi Ibrahim, Ismail adalah buah hati, harapan dan kecintaannya, yang telah sangat lama didambakan. Tapi karena cinta-Nya yang begitu besar kepada Allah, sanggup mengalahkan cintanya kepada sang anak, harta, tahta, yang bersifat duniawi semata.

Ma’asiral muslimin rahimakumullah,
Peritiswa sejarah di atas,  seharusnya menjadi teladan bagi kita saat ini. Tidak hanya teladan dalam pelaksanaan ibadah haji dan ibadah qurban, namun juga teladan dalam berjuang dan
berkorban demi terwujudnya ketaatan kepada hukum-hukum
Allah Swt secara kaffah, secara komparatif atau menyeluruh.
Potret kekinian, karena masih diabaikannya hukum-hukum Allah secara syariat: kehidupan kaum Muslimin masih terpuruk dan terjajah. Saudara-saudara kita di Suriah, Mesir, Palestina, Iraq, Afghanistan, Xinjiang, Chechnya, Rohingya, Thailand Selatan, Moro Filifina,  dan lainnya, dijajah, disiksa, dibantai dan banyak yang diusir dari negerinya.
Sementara di Indonesia, meski dicanangkan komoditas unggulan yang berlebel untuk kepentingan rakyat, dari BLSM sampai ADD di tingkat pedesaan belumlah menuai hasil yang optimal. Rakyat kita masih banyak  terhimpit kemiskinan,  kekayaan alam kita dikeruk oleh korporasi asing, dan korupsi kian merajalela. Kasus yang terakhir, Ketua Mahkamah Konstitusi tertangkap tangan oleh KPK dengan barang bukti uang tunai  sekitar Rp 2 milyar. Korupsi ini melibatkan tiga lembaga tinggi negara sekaligus, yakni yudikatif, legislatif, dan eksekutif. Hal ini berimbas kepada hasil Pilkada di Lebak, Banten, Gunung Mas- Kalteng, dan beberapa daerah lainnya.
Ma’asiral muslimin rahimakumullah,
Kondisi tersebut tak boleh didiamkan. Umat Islam harus bangkit dan siap berjuang untuk mewujudkan perubahan besar dunia, menuju penerapan syariah Islam secara kaffah, sebagaimana yang diinginkan oleh Allah Swt melalui firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah: 208:
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.

Untuk mengaplikasikan dan merealisasikannya, dibutuhkan institusi yang mewadahinya. Institusi tersebut adalah  Khilafah Islamiyah yang berfungsi sebagai munaffidzah al-syarî’ah atau pelaksana syariah. Hanya dengan Khilafah, Islam dapat ditegakkan secara sempurna dan hukum-hukumnya dapat ditegakkan secara menyeluruh.
Sejarah telah mencatat,  Rasulullah Saw dan para shahabatnya telah menjadikan perjuangan dakwah untuk menerapkan syariah dalam naungan Daulah Islam Madinah,  sebagai perkara hidup atau mati. Beliau selalu menegaskan:  bahwa tidak akan mundur selangkah pun hingga kemenangan itu datang, atau gugur sebagai syuhada dalam perjuangan. Rasulullah bersabda:
“Demi Allah, andai saja mereka bisa meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, (lalu mereka minta) agar aku meninggalkan urusan (agama) ini, maka demi Allah, sampai urusan (agama) itu dimenangkan oleh Allah, atau aku binasa di jalannya, aku tetap tidak akan meninggalkannya.” (HR. Ibn Hisyam)
Karenanya wajib bagi kita kaum Muslimin untuk terus-menerus berjuang dan berusaha keras, serta bertekad untuk menerapkan syariah Islam dengan menegakkan Khilafah, sebagai bentuk ketaatan kita kepada Allah dan Rasul-Nya.
Memang,  perubahan besar dunia menuju tegaknya Khilafah tersebut tidaklah mudah, diperlukan perjuangan dan pengorbanan yang besar dari segenap kaum Muslimin. Dengan pengorbanan itu, insya Allah sesulit apapun perjuangan dan pengorbanannya, hasil yang diraih akan terukir manis dengan tinta emas. Sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah Swt:
 “Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih di antara kalian, bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; Dia benar-benar akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai untuk mereka; dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka —sesudah mereka berada dalam ketakutan— menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah Aku tanpa mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun. Siapa saja yang kafir sesudah janji itu, mereka itulah orang-orang yang fasik”. (QS. An-Nuur: 55)


Ma’asiral muslimin rahimakumullah,
Akhirnya, marilah kita memohon kepada Allah, semoga Allah Swt mengabulkan seluruh permohonan kita, memberi kita kesabaran dan keikhlasan, serta menguatkan kita untuk berperan penting dalam upaya melakukan perubahan besar dunia menuju tegaknya Khilafah Islamiyah.
Marilah kita bangkit membebaskan diri kita dari keserakahan dan kebakhilan, kesedihan dan ketakutan, kelemahan dan ketidakberdayaan, egoisme dan perpecahan. Marilah kita bangkit dengan semangat dan keyakinan penuh bahwa kita bisa memimpin umat manusia kembali jika kita mau bekerja keras dan berkorban demi cita-cita besar kita.