Perbedaan antara yang MUNGKIN dan TIDAK MUNGKIN, terletak pada TEKAD KITA.

Rabu, 15 April 2015

MENJAGA AQIDAH DAN KEMUSYRIKAN



Hadirin Kaum Muslimin, Jamaah Jumat Rahimakumullah.
Predikat menjadi seorang mukmin merupakan gelar paling mulia,  rahmat terbesar, dan anugerah terindah dari Allah Swt, yang harus disyukuri. Tidak semua manusia di jagat raya ini hidup dalam bingkai akidah  beriman. Salah satu wujud syukur kita terhadap keimanan itu adalah dengan menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi laranganNya.

Dr. Muhammad Khalil Harats dalam bukunya Da’watut Tauhid  mengatakan “Aqidah adalah mengesakan Allah dari sesuatu, sedangkan kemusyrikan adalah menyekutukan Allah dengan sesuatu. Dua hal ini bertentangan dan tidak bisa menyaatu dalam satu kalbu”

Untaian kalimat tersebut memberikan makna penting bagi kita,  yang menegaskan agar kita   meyakini tiada Tuhan selain Allah, tiada penguasa selain Allah, tiada raja langit dan bumi selain Allah, tiada tempat bersandar melainkan hanya Allah. Maka pada saat ini pula kita harus membersihkan hati sekaligus membentenginya dari anggapan, kepercayaan, bahkan keyakinan ada kekuatan lain, selain Allah. Sebab hal tersebut merupakan mental syirik yang jika dibiarkan akan terus merusak, menggerogoti, melemahkan, melumpuhkan bahkan meluluhlantahkan akidah tauhid kita.

Muncul pertanyaan, bagaimana strategi kita menjaga agar tidak tercemar yang namanya virus syirik yang sesuangguhnya jauh lebih berbahaya dari virus ebola yang banyak  menimpa rakyat Liberia atau virus HIV AIDS. Sebagai jawaban dalam khutbah tentang Menjaga Aqidah dan Kemusyrikan, dengan landasan dan referensi Surah Al Lukman ayat 3 :
Yang artinya : dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

Dalam firman Allah tersebut, terukir satu pesan yang sangat mulia dari Lukmanul Hakim kepada anaknya, yang sangat melarang kita berbuat syirik kepada Allah. Kenapa syirik dilarang? Lukmanul Hakim menjelaskan “Sesungguhnya syirik itu kezaliman yang sangat besar.”

Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumullah!
Jika kita kaitkan dengan situasi sekarang, terutama di tempat kita tercinta ini. Ternyata,  praktek-praktek berbau syirik terus bertebaran dalam gaya dan bentuk yang beraneka macam. Paranormal yang berani memastikan sanggup mengatasi berbagai problem kehidupan, seperti kemiskinan, bencana, penyakit, usaha, jodoh, nasib, dan masa depan dengan mendahului ketentuan Allah. Dokter dan obat serta tukang tawar diyakini alasan utama penyembuh penyakit. Pekerjaan manusia banyak diambil alih oleh komputer, dengan mengkeramatkan zodiak dan astrologi, yang tak jarang mengakibatkan manusia tak lagi merasakan kehadiran Sang pencipta. Uang tidak diyakini sebagai alat pembayaran tapi dijadikan penentu untuk mengubah nasib.

Sifat-sifat seperti ini pernah disindir Allah dalam penggalan surah Al Baqarah ayat 165:
Artinya: . dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.

Menurut Rasyid Ridha dalam tafsir Al Manar, Ada tiga bentuk syirik dan kemusyrikan:
Pertama: Orang yang mempertuhankan dirinya atau memperturutkan hawa nafsunya serta melepaskan diri dari aturan Allah.
Kedua : orang yang mensejajarkan makhluk dengan Allah dan menganggapnya dapat mendatangkan manfaat dan madharat.
Ketiga : menjadikan pendapat pribadi dan tokoh agama sebagai tatanan dan tuntunan, padahal ajaran itu bisa saja bertentangan dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya.

Jika tiga bentuk kemusyrikan tersebut sudah merasuk dalam hati kita, bukan saja hati kita akan dihinggapi penyakit sombong dan  angkuh, tetapi jiwa akan gelisah, kepercayaan diri akan melemah, kejujuran akan punah,  yang menjerumuskan kita pada lubang dosa besar peringkat pertama, karena menyekutukan Allah.  Sebab inilah dosa yang tak akan mendapat ampunan dari Allah Swt bila sampai terbawa mati.
Artinya: . Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. Annisa  ayat 48)

Oleh sebab itulah, merupakan keharusan dan kewajiban kita untuk menjaga dan membentengi diri, dengan menghadang dan menumpas tuntas sampai ke akar-akarnya semua bentuk syirik. Jurus yang paling ampuh dan jitu untuk menumpas syirik adalah menegakkan dan menjaga aqidah tauhid dengan kalimah La ilaha ilallah (tiada Tuhan selain Allah). Kalimah inilah yang ditegakkan Rasulullah. Kalimah inilah yang didakwahkan Rasulullah. Kalimah inilah yang diperjuangkan dan diperintahkan Rasulullah selama di Makkatul Mukarramah. Kalimah ini senjata ampuh  Rasulullah untuk membangkitkan semangat jihad kaum muslimin. Kalimah inilah yang membuat Rasulullah dan pasukannya selalu tegar, walau menghadapi topan bencana, badai tantangan, dan agresi serbuan musuh. Mereka  berjihad dengan semangat membara, Lebih baik mati berkalang tanah, daripada hidup harus bercermin bangkai.

Sayyid Quthub dalam Fi Dzilalil Quran berkata:  La ilaha ilallah adalah satu pernyataan perubahan total dari sistem kehidupan jahiliyah kepada kehidupan islamiyah, yang berangkat dari keyakinan bahwa hanya Allah yang mengadakan segala sesuatu yang ada. Hanya Allah pembuat peraturan, hanya Allah penyelemat dan pemberi bencana, hanya Allah penguasa jagad raya, hanya kepada Allah memohon pertolongan, hanya kepada Allah menunduk dan bersujud, hanya kepada Allah menyerahkan segala urusan, dan hanya kepada Allah kita akan kembali.

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa kemusyrikan laksana kanker yang menjalar, menyebar, dan akan menghancurkan seluruh anggota tubuh. Kalau sudah hinggap di hati kita, maka bukan saja merupakan dosa besar yang didapat, tapi ibadah kita, keshalehan kita, pengabdian kita, bahkan akidah kita pun sebagai satu-satunya pondasi akan runtuh tiada guna. Karena itulah, kita harus menjaga akidah kita dari berbagai bentuk kemusyrikan dengan memperteguh keyakinan La ilaha ilallah dan merealisasikannya dalam segala aktifitas kehidupan kita.

Selasa, 07 April 2015

MENJADIKAN SEJARAH SEBAGAI CERMIN KEHIDUPAN MASA DEPAN





Kaum Muslim, Sidang Majelis Jumat Rahimakumullah.
Jika hari ini kita masih diberikan Hidayah untuk menghirup udara kehidupan sehingga terpanggil datang ke Masjid untuk melaksanakan shalat Jumat, tentu saja semua adalah karena rahmat, kuasa dan kehendak Allah Azza wajalla. Adalah sangat pantas dan wajar, dengan rahmat yang terus menerus kita terima, kita bersyukur kepada-Nya. Semoga dengan bersyukur,  nikmat kita rasakan semakin bertambah, dan takwa kita semakin berkualitas.
Sahalawat dan Salam tentu saja selalu tercurah kepada Pemimpin Sejati Nabi Muhammad SAW. Untuk keluarga, sahabat, dan Pengikut Beliau sampai akhirul zaman.

Kaum Muslimin Jamah Jumat,  Rahimakumullah
Prof. Arnold Toynbee, seorang sejarawan dan Filsuf abad ke 20 mengatakan, “tiada suatu jiwapun yang hidup di alam raya ini tanpa mendapatkan tantangan dan rangsangan untuk memikirkan misteri alam semesta dan mengungkapkan masa lalu yang penuh peristiwa.
Ungkapan ini mengisyaratkan kita bahwa di balik keindahan alam nan indah mempesona, kesempurnaan struktur natural dan peraturannya yang menakjubkan, tersimpan kesan-kesan masa lalu yang patut kita telusuri, kita  baca, kita teliti, dan kita gali untuk menjadi batu pijakan dalam melangkah dan menggapai kemuliaan di masa datang. Sebab, bila kita tak mau menengok ke belakang, tidak pandai bercermin pada sejarah, kita tidak akan pernah tahu dan menghargai jasa para leluhur. Akibatnya, kita akan terjatuh dua kali dalam satu lubang, kita akan mengulangi kegagalan. Kita diibaratkan seperti seorang buta yang berjalan tanpa tongkat, kita akan sulit bangkit, maju dan jaya. Apalagi bersaing dan sejajar dengan orang yang sudah maju. Itulah pentingnya kita bercermin pada sejarah masa lalu.

Kaum Muslimin Jamah Jumat,  Rahimakumullah
Berkenaan dengan pentingnya mempelajari sejarah, maka pada kesempatan ini khotib akan sedikit menyumbang gagasan dalam judul khutbah:  Menjadikan Sejarah sebagai Cermin Kehidupan dalam Menyongsong Masa Depan, Dengan landasan QS Ali Imran ayat 137:
Terjemahannya: Sesungguhnya Telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah[230]; Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).

Ayat ini dijelaskan oleh Imam Ali As-Shabuni, bahwa telah berlaku sunah-sunah Allah pada umat-umat terdahulu berupa kehancuran, akibat sikap menentang mereka kepada para utusan Allah. Melalui ayat ini kita diperintahkan supaya mengambil pelajaran dan peristiwa masa lalu, dengan menyaksikan kehancuran-kehancuran yang pernah menimpa para pendusta dan pelaku dosa.
Dengan mempelajari sejarah masa lalu kita akan menemukan sosok Fir’aun, seorang tirani, dictator, gila hormat, rakus kekuasaan serta memaksa rakyat untuk memuji dan memuja bahkan sampai pada puncak kedurjanaannya, memproklamirkan diri menjadi Tuhan dan akhirnya dia ditenggelamkan di Lautan Merah.

Bagaimana jika jika kisah masa lalu itu kita kaitkan dengan kondisi zaman sekarang, terutama di Negeri kita tercinta ini? Ternyata, sosok-sosok pembangkang, pelanggaran aturan-aturan Allah, pelaku maksiat, manusia-manusia sombong, yang berebut jabatan, masih bergentayangan di negeri ini.
Bukankah di Negeri ini memiliki aktor-aktor tangguh yang tampil di panggung sejarah dengan mengagumkan, seperti Sang Proklamator Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, dan Pahlawan Pergerakan Kemerdekaan: Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, Teuku Umar. Mereka dengan ikhlas mengorbankan jiwa raga bahkan nyawa sekalipun, dengan satu tujuan untuk mengusir kaum imperialis dari persada Bumi Indonesia. Semua itu mereka lakukan dengan dasar rasa cinta yang tinggi terhadap tanah air.
Jika kita ingin membuka jalan kejayaan di masa lalu untuk menyongsong masa depan yang cerah, maka kita patut mencontoh, meniru dan meneladani sifat dan sikap leluhur kita itu, yakni menumbuhsuburkan rasa cinta yang tinggi terhadap tanah air. Rasulullah SAW menandaskan “Cinta Tanah Air itu Sebagian dari Iman.”
Karenanya kita harus satu pendapat bahwa sejarah tidak cukup hanya ditulis, dibukukan, dimuseumkan, diajarkan, diseminarkan. Namun lebih jauh dari itu, penelitian dan penggalian sejarah harus dijadikan cermin yang membawa kea rah perubahan total akhlak dan sikap kita menuju arah yang lebih baik, guna menyongsong kemuliuaan di masa mendatang.

Apa yang harus kita lakukan dan siapkan?
Jawabannya tak lain adalah: Kita harus memperteguh keimanan dan ketakwaan. Kita jadikan sejarah sebagai sarana memperteguh keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Hal ini pernah ditegaskan Allah dalam Surah Hud ayat 120:
Terjemahannya:  Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat Ini Telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.

Demikian penjelasan Allah tentang hikmah menjadikan sejarah sebagai cermin, yaitu keteguhan hati, keyakinan terhadap kebenaran janji Allah terhadap para pelaku sejarah, serta kesiapan menjadikan sejarah sebagai cermin dalam menyongsong masa depan yang lebih berharga.
Ingatlah : Panggung sejarah selalu dimainkan oleh tokoh yang terbaik dan terburuk. Dan kita harus bercermin dari peristiwa YANG BURUK UNTUK TIDAK TERJADI PADA KEHIDUPAN KITA. Dan menjadikan contoh serta teladan terhadap tokoh-tokoh sejarah yang mulia untuk menjadi lampu penerang dalam melangkah menuju masa depan yang cerah.

MENGINGAT KEMATIAN

Jamaah Jumat Rahimakumullah
Baru saja kita dengar lantunan azan dari muazin yang melafazkan kalimat suci, isyarat panggilan Ilahi. Bagi insan yang hatinya tersentuh, tergerak langkahnya untuk segera datang ke rumah suci ini.   Dan kita yang telah hadir di sini, sangat pantas bersyukur  kepada Allah Swt. Yang telah memberikan kesempatan untuk kembali melaksanakan sholat Jum’at berjamaah, sementara lebih  banyak lagi saudara-saudara kita yang tidak diberi kesempatan dengan berbagai alasan. Shalawat dan salam tak lupa harus terus tercurah kepada junjangan Nabi Besar Muhammad Saw.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Imam al-Qurtubi dalam al-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umuri al-Akhirah dan dihasankan oleh Al-Albani), menceritakan: Suatu hari Sahabat Umar bin Khattab duduk bersama Rosululloh. Kemudian datanglah seorang sahabat Anshar, seraya memberi salam ia bertanya: “Wahai Rosululloh, mu’min yang seperti apa yang paling utama?”. Beliau menjawab :”Yang paling baik akhlaknya”. Sahabat itu bertanya lagi: “Mu’min seperti apakah yang paling cerdas?” Beliau menjawab: “Mu’min yang paling cerdas adalah yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik mempersiapkan diri untuk sesudah kematian itu, mereka itulah orang-orang yang cerdas”, sebab orang seperti itulah yang mengetahui hakikat hidup, dan menghindar dari tipuan-tipuan kehidupan.
Kematian adalah keniscayaan yang dialami oleh setiap manusia walaupun sebabnya berbeda-beda. Allah berfirman di dalam QS Al-Jumu’ah ayat 8: Artinya: Katakanlah: ”Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. ” (QS Al-Jumuah : 8).
Kalaulah kita mau melihat fakta dan fenomena kehidupan manusia sekarang, karena terlalu asyik dengan kehidupan dunia,  banyak yang  tidak  menyadari dan tidak menyiapkan diri untuk menghadapi saat  datangnya ajal.  Kematian bukanlah akhir dari segalanya, justru kematian merupakan awal perjalanan panjang yang tiada akhir. Orang yang cerdas tentu  mempersiapkan diri dan perbekalan dengan sebaik baiknya  untuk menghadapi datangnya kematian itu. Mereka sadar betul bahwa di belakang kematian masih ada kehidupan panjang yang harus dilalui berupa alam barzakh, padang mahsyar, dan kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. Mereka sadar betul bahwa kehidupan dunia ini tidak ada artinya dibandingkan kehidupan akhirat yang kekal dan abadi selama lamanya.
Sehubungan dengan Mengingat Kematian ini Rasulullah bersabda: Artinya: ”perbanyaklah mengingat kematian, Sebab yang demikian itu akan menghapuskan dosa, dan menyebabkan timbulnya kezuhudan di dunia.”
Hadis tersebut merupakan nasihat sekaligus peringatan. Bahwasannya mengingat mati itu perintah, sebab orang yang teringat kematian dengan sebenarnya pasti dirinya akan termotivasi untuk mengurangi sifat-sifat tamaknya terhadap dunia dan menghalanginya untuk berangan-angan yang tak berujung. Hadis itu juga peringatan bahwa, betapa sakarotul maut itu sungguh ujian yang dahsyat dan dapat memutus segala kelezatan yang selama ini kita rasakan dalam kehidupan dunia.
Jamaah yang dimuliakan Allah
Jantung yang selalu berdetak untuk memompa darah yang mengalir dalam tubuh. Kedipan mata yang tak terhitung pada saat kita terjaga, tarikan nafas yang menghirup oksigen dan mengeluarkan karbondioksida selalu kita nikmati. Sadarkah kita bahwa semuanya adalah nikmat dari Allah azza wajalla.  Kita sering mudah berterimakasih kepada seorang yang berjasa kepada kita, sementara kepada Allah yang senantiasa memanjakan kita dengan nikmat-nikmat-NYA, kita sering kali memalingkan ingatan. Akibatnya kita pasti akan lupa akhirat. Dari sini dunia akan selalu menghabiskan waktu kita.
Sedangkan dengan mengingat kematian akan mendorong seseorang untuk mempersiapkan bekal kematian, menghindari melakukan perbuatan-perbuatan yang menjurus kepada kemaksiatan dan mendorong berlaku taqwa.
Lewat mimbar khutbah ini, mari kita sejenak introspeksi dan menghisab (hitung) amal kita. Apakah selama ini kita sudah banyak beramal kebaikan atau justeru lebih banyak timbangan keburukan. Sudah cukupkah bekal kita untuk menghadapi kematian? Dan apakah kita yakin kebaikan kita diterima oleh Allah, atau justru amal baik kita sia-sia bagai debu yang beterbangan?
Lalu, apa arti kita hidup didunia? Dunia adalah tempat kita mempersiapkan diri untuk akhirat. Sebagai tempat persiapan, dunia pasti akan kita tinggalkan. Ibarat terminal, kita transit di dalamnya sejenak, sampai waktu yang ditentukan, setelah itu kita tinggalkan dan melanjutkan perjalanan lagi.
Bila demikian tabiat dunia, mengapa kita terlalu benyak menyita hidup kita untuk keperluan dunia? Diakui atau tidak, dari 24 jam jatah usia kita dalam sehari, bisa dikatakan hanya beberapa persen saja yang kita gunakan untuk persiapan akhirat. Selebihnya bisa dipastikan terkuras habis oleh kegiatan yang berputar-putar di sekitar dunia. Padahal kita sangat perlu untuk menyeimbangkan keduanya.
Jamaah yang dimuliakan Allah
Sekurang-kurangnya ada 7 Cara Mengingat Kematian, sebagai mana berikut ini;
Pertama, Meningkatkan pemahaman tentang kehidupan sesudah mati.
Kedua, Menjadikan dunia sebagai tempat menanam kebajikan dan tempat persinggahan. Menanam benih-benih kebajikan sangat dianjurkan dalam Islam selagi kita hidup di dunia, karena dengan demikian, kita akan memanen kebajikan itu di akhirat nanti;
Ketiga, penting untuk menyadari bahwa kematian itu sangat dekat dengan kita, kapan pun dan di manapun, kematian pasti terjadi;
Keempat, membiasakan untuk menjenguk orang sakit baik itu keluarga maupun tetangga dan mendoakannya agar diberi kesembuhan;
Kelima, bertakziah kepada yang ditimpa musibah kematian, bisa dengan sukarela ikut mengurus, memandikan, menshalati jenazah dan mengantar jenazah sampai dengan penguburan jenazah.
Keenam, membiasakan diri untuk berziarah kubur, utamanya adalah berziarah kepada sanak keluarga yang sudah mendahului kita; atau sesekali berziarah ke makam alim-ulama dan waliyullah di berbagai tempat.
Ketujuh, berusaha untuk selalu berdoa agar pada saatnya, kita dijemput kematian yang diridhai Allah SWT, yang khusnul khatimah, terbebas dari siksa kubur dan siksa api neraka; memperbanyak dzikir dan doa yang diajarkan Rasulullah SAW, yang dapat menjadi sarana bagi kita untuk mengingat kematian dan kehidupan sesudahnya. Misalnya setelah selesai shalat baca doa: Ya Allahu biha, Ya Allahu biha,  ya Allahu bihusnil khotimah.

Senin, 06 April 2015

LINGKUNGAN HIDUP MILIK BERSAMA YANG DIWARISKAN



Dari manakah Kau dapat harta yang berlimpah ruah, kendaraan mewah, rumah megah. Tidakkah dari kerakusanmu mengeruk bumi?  Tanah semakin tandus, sungai kering kerontang,  asap tebal mengepul dari hutan yang terbakar, aneka ragam satwa semakin punah.
Tidakkah Kau sadar, betapa banyak generasi setelah kita nanti, yang juga ingin mengharap keindahan alam, menghirup udara segar, mendengar suara kicau burung, di sela-sela  hijau ranaunya pepohonan.
Sadarlah, Alam kita adalah alam anak cucu kita, yang harus kita wariskan kepada mereka. 

World Resource Institute, sebuah lembaga sosial yang bergerak di bidang lingkungan mencatat bahwa Indonesia memiliki 10 persen dari hutan tropis dunia. Hutan Indonesia didiami 12 persen spesies binatang mamalia, 16 persen spesies binatang reptile dan ampibi. Lebih dari 1.500 spesies burung dan perairannya didiami 25 persen dari spesies ikan dunia. Akan tetapi, hutan Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Penebangan hutan yang tidak terkendali, kebakaran lahan yang tidak teratasi, menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Bahkan Indonesia tercatat sebagai salah satu wilayah dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia.

Persoalan tersebut hanya sebagian  dari krisis lingkungan yang kita alami. Serangkaian bencana alam membahayakan biosfer dan ekosistem makhluk hidup, gempa bumi yang melanda, tsunami yang menghempas, gunung meletus memuntahkan lahar, banjir dan tanah longsor, merupakan fenomena yang akrab dengan penduduk bangsa Indonesia. Sementara itu, secara global telah terjadi kerusakan yang mengkhawatirkan, mulai dari kerusakan lapisan ozon, pemanasan global, efek rumah kaca, mencairnya es kutub, perubahan ekologi, dan berbagai bencana di beberapa belahan dunia. Bahkan belakangan ditemukan banyaknya kasus pulau yang lenyap dari peta dunia karena naiknya permukaan laut diiringi kepunahan spesies binatang tertentu.
Fenomena tersebut menandakan ketidakharmonisan hubungan manusia dengan lingkungan yang akibatnya dirasakan oleh manusia itu sendiri. Erward Buckle menyindir dalam History of Civilization in England. beliau mengatakan “if the habitat was cared will give function, but if not it would make destroy.”  Jika kita ramah pada alam, maka alam akan memberikan hasil guna, tetapi jika kita merusak alam, maka bencana yang akan menimpa. Seharusnya kita sadar, bahwa alam semesta ini adalah ciptaan terindah Allah yang wajib dijaga kelestariannya untuk diwariskan pada generasi di masa depan.



Sebagai referensi pembahasan ini, marilah kita simak bersama firman Allah dalam surah Ar-Rum ayat 41-42, yang artinya: 
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah: "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)."

Secara eksplisit ayat ini menegaskan bahwa kerusakan di muka bumi disebabkan oleh tangan manusia. Bencana yang datang silih berganti, bukanlah fenomena alam semata, melainkan akibat perbuatan manusia yang mengeksploitasi alam tanpa diiringi upaya menjaga kelangsungan kelestariannya. Keangkuhan tangan-tangan manusia yang berlindung di balik dalih sains dan teknologi telah mengikis habis keramahan alam, sehingga yang nampak adalah krisis lingkungan, polusi dan malapetaka atomik, menipisnya lapisan ozon di atmosfir, banjir yang menyebarkan wabah penyakit, erupsi gunung yang menelan korban jiwa, dan kebakaran hutan yang mengakibatkan kerugian ekonomi. Quraish Shihab menyatakan bahwa kehidupan makhluk-makhluk Allah saling terkait, sehingga harus saling menjaga satu sama lain, karena jika terjadi gangguan pada salah satunya, maka yang lain akan terkena dampaknya. Artinya hubungan manusia dengan lingkungan hidup adalah hubungan kebersamaan dalam ketundukan dan kepatuhan kepada Allah, karena hamparan alam semesta adalah ayat-ayat kauniyyah  yang hukum menjaga kelestariannya disyaratkan dalam ayat-ayat qauliyah.

Imam Thabathaba’i berpendapat bahwa alam raya dengan segala bagiannya yang rinci, saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Seluruh hukum alam adalah sebuah ketetapan dari Allah, yang telah memerintahkan bumi untuk tunduk dan berkenan memberikan manfaatnya bagi manusia. Allah pula yang telah menundukkan lautan agar manusia mampu mengarunginya. Oleh karena itu, manusia wajib memanfaatkan lingkungan hidup dengan baik serta melindungi makhluk-makhluk lain yang hidup di dalamnya. Bukankah lingkungan hidup ini adalah milik bersama yang harus kita wariskan pada anak cucu kita nanti.
Bagaimana idealnya lingkungan hidup yang akan kita wariskan kepada generasi masa depan? Mari kita simak jawabannya dalam firman Allah dalam surah al Hijr ayat 19-20 yang artinya:


“Dan kami Telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan kami Telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya.”



Dalam mengkaji ayat ini, Prof. Dr. Quraish Shihab dalam Kitab Tafsir al Misbah menuliskan bahwa Allah menumbuhkembangkan bumi dengan aneka ragam tanaman untuk kelangsungan hidup manusia. Allah menciptakan bumi seakan-akan terhampar, sehingga mudah didiami manusia dan memanfaatkan dengan bercocok tanam di atasnya. Diciptakan-Nya pula jurang-jurang yang dalam, dialiri sungai-sungai kecil, kemudian bersatu menuju samudera luas. Diciptakan-Nya pula di atas bumi itu gunung-gunung yang menjulang ke langit, dihiasi oleh aneka ragam tanaman dan tumbuh-tumbuhan yang menghijau, yang menyenangkan hati orang-orang yang memandangnya.

Pada ayat 20 Allah menerangkan tentang anugerah yang tidak terhingga kepada manusia, yaitu diciptakannya bermacam-macam keperluan hidup bagi manusia. Dia ciptakan tanah yang subur, Dia ciptakan air yang dapat diminum dan menghidupkan tanam-tanaman, Dia ciptakan laut yang di dalamnya hidup bermacam-macam jenis ikan yang dapat dimakan serta mutiara dan barang-barang yang tak ternilai harganya.
Sebagai penutup tulisan  ini, penulis mengajak pada saudara generasi muda bangsa, mari kita lestarikan lingkungan hidup kita, sebagai amanah yang harus kita jaga. Kita telah mewarisi bumi ini dari nenek moyang kita, dan kita harus mewariskannya pada anak cucu kita. Wariskan alam Indonesia sebagai jamrud yang berada di bawah dataran katulistiwa, wariskan alam Indonesia sebagai sekeping tanah syurga yang dihamparkan di persada nusantara. Alangkah inidahnya alam ini, jika setiap individu mampu mengemban amanah dan memelihara serta melestarikan lingkungan hidup yang kita huni, sehingga tidak sekadar dapat kita nikmati hari ini, akan tetapi dapat kita wariskan kepada generasi masa depan.