Ketika Sang Surya 10
Zuhijjah, mulai merangkak menyapa alam
semesta, gema takbir, tasbih, tahmid, dan tahlil pun membahana di seluruh
penjuru dunia. Kita semua yang hadir di Masjid
At Taqwa ini, larut dalam haru biru perayaan ‘Idul Adha. Seolah-olah
tumpah-ruah menjadi satu, bersama 1,58 milyar, umat muslim yang mendiami planet
bumi. Sementara itu, pada 9 Dzulhijjah kemarin, dengan suhu mencapai 36 derajat
celcius, lebih 154.467
jamaah haji reguler asal Indonesia, atau lebih dari tiga juta saudara kita kaum
muslimin dari seluruh penjuru dunia, telah berkumpul di Padang Arafah, melaksanakam
Wukuf, yang merupakan peristiwa sakral dan menyimpan kesan teramat mendalam.
Alhamdulillâhi Rabbil
al-âlamîn,
segala puji hanyalah pantas milik Allah Swt, Tuhan semesta alam. Shalawat dan
salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan dan suri tauladan kita,
Rasulullah Muhammad Saw, beserta keluarga, para shahabatnya, dan seluruh umatnya
yang senantiasa berjuang tak kenal lelah untuk menerapkan dan menyebarluaskan
risalahnya ke seluruh pelosok dunia
hingga akhirul zaman.
Ma’asiral
Muslimin wal Muslimat, Jamaah Hari Raya ‘Idul Adha rahimakumullah,
Mari kita renungkan, dengan
hati yang paling dalam, sebuah kisih inspiratif berikut ini; Pedagang kambing
berkisah tentang pengalamannya: Suatu ketika, ada seorang ibu setengah baya
datang memperhatikan dagangan saya. Dilihat dari pakaiannya yang lusuh dan
compang camping, sepertinya
dia tidak akan mampu membeli kambing
yang saya dagangkan. Namun tetap saya
coba menghampiri dan menyapanya, “Silahkan bu!”. Lantas ibu itu menunjuk seekor
kambing termurah sambil bertanya, ”Kalau yang itu berapa Pak?”. “Harga Rp 1.250.000,
Bu,” jawab saya. “Harga pasnya berapa, Pak?”, Tanyanya kembali. “Yah, Rp 1.200.000
lah, harga segitu untung saya kecil sekali
Bu, yah, tak apalah . “Tapi, uang saya hanya Rp 1.000.000 aja, pak?”, pintanya.
Waduh, saya bingung, karena harga itu di bawah harga modalnya. Akhirnya saya
berembuk dengan teman lainnya, sampai
akhirnya diputuskan diberikan saja dengan harga itu kepada ibu tersebut.
Sayapun mengantar
hewan qurban tersebut sampai ke rumahnya. Begitu tiba, “Astaghfirullah, Allahu Akbar,
terasa menggigil seluruh badan saya, ketika
melihat keadaan rumah ibu tersebut. Rupa-rupanya, ia hanya tinggal bertiga, yakni
dengan ibunya yang sudah jompo dan
puteranya, di sebuah gubuk reot dan sempit. Atapnya daun rumbia, berlantaikan tanah. Tak saya lihat tempat tidur kasur,
kursi ruang tamu, apalagi perabot mewah atau barang-barang elektronik. Yang
terlihat hanyalah dipan kayu usang beralaskan tikar dan bantal lusuh.
Sementara di atas
dipan itu, tertidur seorang nenek tua kurus. “Mak, bangun Mak, nih lihat saya
bawa apa?”, kata ibu itu pada nenek yang sedang rebahan, sampai akhirnya
terbangun. “Mak, saya sudah belikan emak kambing buat qurban, nanti kita antar
ke Masjid ya mak!”, kata ibu itu dengan penuh kegembiraan.
Si nenek sangat
terkaget dan tergambar rona bahagia,
sambil mengelus-elus kambing yang dibawa, nenek itu berucap, “Alhamdulillah,
Alhamdulillah Ya Allah, akhirnya
kesampaian juga harapan emak mau berqurban”.
“Nih Pak, uangnya,
maaf ya kalau saya nawarnya kemurahan, karena saya hanyalah tukang cuci di
kampung sini, saya sengaja mengumpulkan uang itu bertahun-tahun, untuk beli
kambing yang akan diniatkan buat qurban atas nama Emak saya.”, kata ibu itu. Sontak,
kaki ini bergetar, badaan menggigil, dada terasa sesak, mata ini terasa panas, sembari
menahan tetes air mata, saya berdoa, “Ya Allah…, Ampuni dosa hamba, Ampuni Ya
Rab, hamba malu berhadapan dengan hamba-Mu, yang pasti lebih mulia ini, seorang
yang miskin harta, namun kekayaan
Imannya begitu luar biasa”. Saya cepat-cepat pergi, sebelum ibu itu tahu kalau mata ini sudah
basah karena tak sanggup mendapat teguran dari Allah yang sudah mempertemukan
dengan hamba-Nya yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin
memuliakan orang tuanya.
Untuk sebuah niat mulia
ternyata tidak perlu harta berlimpah ruah, jabatan tinggi dengan fasilitas
mewah. Kita bisa belajar keikhlasan dari ibu itu, untuk menggapai kemuliaan
hidup. Berapa banyak di antara kita yang diberi kecukupan penghasilan, namun
masih saja ada kengganan untuk berkurban. Padahal, bisa jadi harga satu buah handphone,
jam tangan, ataupun aksesoris yang menempel di tubuh kita, harganya jauh lebih
mahal dibandingkan seekor hewan qurban. Apalagi sepeda motor dari berbagai merk
dan type yang lebih dari satu, milik kita di rumah. Namun selalu kita sembunyi
di balik kata belum mampu atau tidak dianggarkan. Masya Allah.
Ma’asiral
Muslimin wal Muslimat, Jamaah Hari Raya ‘Idul Adha rahimakumullah,
Hadirnya hari raya ‘Idhul
Adha, yang selalu di iringi dengan
qurban dan ibadah haji, menjadi fenomena tersendiri yang setiap tahunnya
dirayakan umat Islam sebagai hari besar yang penuh dengan nuansa kepedulian dan
ketaqwaan kepada Allah. Hari besar ini begitu sarat dengan nilai nilai sosial
dan kedamaian, menyiratkan kesucian, karena makna qurban yang hakiki adalah
bagaimana mengqurbankan kehendak dan sifat-sifat kebinatangan dalam diri
masing- masing individu yang mengaku muslim, sehingga dengan demikian yang
tampil di dalam setiap raut wajah dan perilaku mereka adalah sifat ketuhanan,
ilahiyyah, dan potensi taqwa sebagaimana yang tertera dalam ayat al quran ,
(Qs. al-Hajj : 37) tentang qurban itu sendiri :
Terjemahannya:
Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah,
tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah Telah
menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya
kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
Dalam ayat ini dapat
diambil kesimpulan bahwa berqurban
merupakan upaya menggugurkan keegoisan, keburukan diri, nafsu lawwamah dan
nafsu amarah dalam diri, sehingga terbit dan terpancarlah sinar keimanan yang tinggi dalam sanubari.
Ma’asiral
Muslimin wal Muslimat, Jamaah Hari Raya ‘Idul Adha rahimakumullah,
Marilah kita bangkit
membebaskan diri kita dari keserakahan dan kebakhilan, kesedihan dan ketakutan,
kelemahan dan ketidakberdayaan, egoisme dan perpecahan. Marilah kita bangkit
dengan semangat dan keyakinan penuh, bahwa kita berkomitmen keras yang tak segan-segan
berkorban demi Agama Islam yang sangat mulia. Akhirnya, marilah kita memohon
kepada Allah, semoga Allah Swt mengabulkan seluruh permohonan kita, memberi
kita kesabaran dan keikhlasan, serta menguatkan kita untuk mempertebal
keimanan, meningkatkan kualitas ketakwaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar