Sosok mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla tentu masih lekat
dalam ingat rakyat Indonesia. Ketika menjabat wakil presiden mendampingi
Presiden SBY pada periode 2004-2009, ketegasan, kecepatan mengambil keputusan
dengan perhitungan matang, serta lugas mengatasi setiap permasalahan, tercermin
dari putra Bugis ini.
Semua itu diperoleh dari pengalaman panjangnya sebagai
pengusaha di bawah bendera Kalla Group. Tak pelak, Jusuf Kalla yang lebih akrab
disapa JK ini tetap difavoritkan menjadi presiden dalam Pilpres 2014.
Survei yang dilakukan Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) pada
pertengahan tahun lalu menempatkan JK pada peringkat ketiga di bawah Prabowo
Subianto dan Megawati Soekarnoputri. Khusus di wilayah pemilihan Sulawesi
dan Maluku-Papua, Kalla sanggup mengungguli Prabowo dan Megawati. Demikian juga
dengan hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Februari 2012, JK
berada di posisi ketiga.
Berdasarkan survei tersebut, pengamat politik dari Universitas
Indonesia, Andrinof Chaniago, menyatakan JK berpeluang memimpin negeri ini.
Jika ingin memenangi Pilpres 2014, JK disarankan mencari pasangan yang lebih
muda untuk mendampinginya. Dengan demikian, JK bertindak sebagai pengambil
keputusan.
Andrinof menilai JK sebagai sosok yang pandai, cermat dalam
mengambil keputusan, dan tegas. Ia pun dipandang sebagai pemecah masalah dan
pencari solusi. “Itulah sisi positif JK. Kekurangannya hanya dari sisi
usia saja, tergolong tua,” katanya.
Setelah melihat kepemimpinan SBY selama hampir dua periode,
lanjut Andrinof, rakyat membutuhkan pemimpin yang tegas dan cekatan. “Di
masyarakat muncul harapan terhadap pemimpin yang menjadi antitesis SBY, yakni
pemimpin yang tegas dan cekatan,” tegasnya.
Senada dengannya, pakar politik dari Universitas Gadjah Mada
(UGM) Yogyakarta, AAGN Ary Dwipayana menyatakan JK merupakan sosok menarik
karena pola kepemimpinannya yang berbeda. Di saat menjabat wakil presiden, JK
mampu mengambil keputusan yang tidak populis, bahkan berani mengambil risiko.
“Pada waktu itu, ada yang menyebut JK adalah the real president,” ucap
Ary.
Namun, pola kepemimpinan seperti itu juga menuai kritik. JK
dinilai terlalu banyak mengambil peran yang seharusnya dimainkan presiden.
Apalagi JK yang berlatar belakang pengusaha, dikhawatirkan mempengaruhi
pembuatan kebijakan yang menguntungkan bisnisnya.
Kiprah JK yang belakangan ini fokus pada kegiatan
kemanusiaan, antara lain menjadi ketua umum Palang Merah Indonesia (PMI), dan
menjadi penengah konflik masyarakat, dinilai Ary sebagai upaya memperbaiki
citranya menjelang Pilpres 2014.
Meski demikian, jalan menuju Pilpres 2014 juga belum mulus
karena JK tidak memiliki partai politik (parpol). “Undang-undang memang
mengatakan begitu (capres hanya diajukan oleh parpol, Red). Pilpres berbeda
dengan pilkada yang bisa maju secara independen. Pertanyaannya, apakah JK punya
kendaraan politik? Golkar yang pernah dipimpin JK, kini mencalonkan Aburizal
Bakrie. Pencalonan JK masih harus dilihat dari tingkat elektabilitasnya
beberapa waktu ke depan,” kata Ary.
Pengabdian
Dalam berbagai kesempatan, JK menyambut positif hasil survei
dan respons masyarakat terhadap dirinya. Mantan wakil presiden ini pun
memberikan apresiasi dan rasa terima kasihnya kepada masyarakat.
“Saya berterima kasih jika masyarakat memberikan penilaian
positif. Memang penilaian positif tentunya memakan waktu. Orang menilai karena
pengabdian yang lama,” katanya di sela-sela acara penganugerahan penghargaan
Satyalencana Kebaktian Sosial kepada donor darah sukarela (DDS) 100 kali di
Jakarta, beberapa waktu lalu.
JK mengaku belum ada pembicaraan serius dengan parpol
mengenai pengajuan dirinya sebagai salah satu capres dalam Pilpres 2014.
Menurutnya, saat ini belum waktunya membicarakan capres-cawapres karena parpol
masih mempelajari semua keadaan. Menurutnya, pencalonan seseorang sebagai
capres atau cawapres tetap bergantung pada hasil Pemilu Legislatif 2014.
Dalam kesempatan berbeda, saat ditemui di sela-sela acara
pemberian penghargaan sebagai tokoh publik pilihan versi SPS 2012, JK
menyatakan belum ada kesepakatan dengan pihak mana pun terkait Pilpres 2014.
Meski begitu, JK tidak menyangkal kalau dirinya sudah melakukan pembicaraan dan
diskusi dengan sejumlah pihak mengenai pencalonan dirinya sebagai presiden.
Secara tegas JK menyatakan pencalonannya tidak melalui Partai Golkar.
Secara pribadi, JK mengakui tidak bisa mencalonkan diri
karena UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden menyebutkan pengajuan capres dan
cawapres harus melalui parpol. “Nanti, kita tunggu saja. Sekarang masih terlalu
jauh,” ujarnya.
Dalam pandangan JK, salah satu persoalan besar bangsa
Indonesia adalah menjamurnya praktik korupsi di berbagai bidang kehidupan. JK
menyatakan, apa pun alasan dan motifnya, pelaku korupsi tidak dapat dimaafkan.
Baginya, hukum harus berlaku umum dan tidak pandang bulu, termasuk bagi pejabat
aktif yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.
“Bisa saja benar, banyak orang tidak tahu (telah melakukan
korupsi, Red). Tetapi tidak berarti dia harus terbebas hukuman,”
tegasnya.
Seseorang yang melakukan tindak pidana korupsi pasti
memenuhi salah satu dari tiga unsur korupsi, yakni melanggar hukum,
menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dan merugikan negara.
“Tindakan korupsi, selama memenuhi tiga unsur tersebut,
tetap dikatakan korupsi. Dalam aturan hukum, tidak bisa dikatakan sengaja atau
tidak. Yang korupsi, harus dihukum,” tegasnya.
Penulis: R-15/152/AB
Sumber:Suara Pembaruan