Fakta membuktikan, bahwa ekonomi dunia
di bawah sistem kapitalisme, sangat tidak menentu. Volatilitas dan
ketidakstabilan menjadi fenomena yang mengganggu perekonomian negara-negara
bangsa di manapun. Terpaan krisis terus menerus di berbagai negara di
dunia. Depresiasi nilai tukar dan inflasi yang tak terkawal menjadi
kenyataan yang destruktif. Pendeknya, sistem ekonomi konvensional
yang diterapkan saat ini, telah secara nyata menunjukkan kegagalannya dalam
menciptakan kesejahreaan ekonomi umat manusia.
Kenyataan yang tragis itu diakui
oleh Michael Camdessus (1997), Direktur International Monetary Fund (IMF) dalam
kata-kata sambutannya pada Growth-Oriented
Adjustment Programmes (kurang lebih) sebagai berikut: “Ekonomi yang
mengalami inflasi yang tidak terkawal, defisit neraca pembayaran yang besar,
pembatasan perdagangan yang berkelanjutan, kadar pertukaran mata uang yang
tidak seimbang, tingkat bunga yang tidak realistik, beban hutang luar negeri
yang membengkak dan pengaliran modal yang berlaku berulang kali, telah
menyebabkan kesulitan ekonomi, yang akhirnya akan memerangkapkan ekonomi negara
ke dalam krisis ekonomi”.
Paham kebebasan yang dianut oleh
kapitalisme telah membentuk konglomerasi dan monopoli kekayaan pada kalangan
bermodal. Harta yang dikuasai, mesin yang dimiliki, sumber daya alam yang
dieksploitasi, laksana hamba yang harus menurut pada tuannya. Karakter
kerakusan individu telah terbentuk sempurna oleh sistem kapitalisme dengan
paham kebebasannya. Tidak berhenti sampai di sini, sistem ekomoni kapitalis
telah melahirkan konsep pasar bebas, dengan fakta bahwa: setiap individu yang
kuat berhak memeras yang lemah, yang kuasa menindas yang jelata, yang
berpangkat memangsa yang melarat, akibatnya yang kaya semakin kaya, yang miskin
semakin miskin, the rich richer and poor
poorer. Manusia terbuai hingga lupa hubungan antar manusia dalam garis
horizontal, manusia dengan lingkungan dalam garis diagonal, serta manusia
dengan Tuhan dalam garis vertikal.
Umat Islam patut bersyukur, karena dalam beberapa dasawarsa terakhir,
para pemikir muslim telah merumuskan suatu sistem ekonomi yang diberi nama
‘Ekonomi Syariah’ sebuah sistem ekonomi yang menawarkan kesejahteraan manusia, berazaskan katauhidan
serta berpijak pada tuntunan persaudaraan dan keadilan
Sebagai referensi mari kita simak bersama firman Allah
dalam surah An-Nisa ayat 29, yang artinya wallahu a'lam :
“ Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu”.
Mari kita kaji secara mendalam firman
Allah ini, menurut Syekh Mustafa al-Maraghi dalam kitab tafsir al-Maraghi yang fenomenal
menyatakan, bahwa halalnya transaksi jual beli terjadi aqad kesepakatan
berazaskan saling meridhoi antara keduanya, tersirat makna bahwa Islam sangat
mengharamkan adanya penipuan, pendustaan, dan pemalsuan. Hal ini menunjukkan
bahwa ayat ini merupakan dasar dari sistem ekonomi Islam, dan ayat ini
merupakan sanggahan pada paradigma pasar bebas yang mencari keuntungan dengan
cara menghisap darah orang lain, yakni dengan praktek riba. Keindahan Islam
secara tegas menolak segala bentuk monopoli dan oligopoli yang diorientasikan
hanya untuk kepentingan pribadi, sebagaimana yang dipraktekkan dalam pasar
bebas.
Bukankah kekayaan hanyalah titipan
Allah yang harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan bersama. Kekuasaan hanyalah
amanah suci yang harus diproyeksikan demi kepentingan bersama.
Ekonomi syari’ah mengedepankan
nilai-nilai ukhuwah dan nilai-nilai kebersamaan. Yang kaya menolong yang
misikin, yang kuasa menolong yang lemah, yang pintar menolong yang bodoh.
Komitmen ini yang harus kita kedepankan. Prinsip ini yang harus kita
aplikasikan di negara tercinta ini, jikalau ingin menjadi negara maju dan
sejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar