Perbedaan antara yang MUNGKIN dan TIDAK MUNGKIN, terletak pada TEKAD KITA.

Senin, 06 April 2015

PERAN KELUARGA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK BANGSA



F.W. Foerster seorang pedagog asal Jerman adalah orang pertama yang mencetuskan istilah pembentukan karakter anak. Terminologi ini mengacu pada pendekatan idealis spiritualis dalam karakter individu seseorang. Prioritasnya adalah terwujudnya karakter anak yang dapat menjadi agen penggerak sejarah perubahan sosial. Namun sebenarnya pembentukan karakter telah lama menjadi bagian inti sejarah itu sendiri. Gagasan pembentukan karakter anak bangsa yang unggul telah ada sejak kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan. Presiden Soekarno menyatakan perlunya nation and character building atau bangsa dan pembangunan karakter, sebagai bagian integral dari pembangunan bangsa. Beliau menyadari bahwa karakter suatu bangsa yang kuat, berperan besar dalam mencapai tingkat keberhasilan dan kemajuan bangsa secara universal
Bagaimana pembentukan karakter anak bangsa dalam sorotan kacamata ajaran Islam? Menurut konsep Islam, pembentukan karakter anak bangsa diarahkan pada tujuan melahirkan suatu generasi baru dengan segala cirri-cirinya yang unggul dan beradab. Pembentukan karakter anak bangsa ini harus dilakukan dengan penuh keikhlasan dalam bingkai mencapai keridhaan Allah. Islam menghendaki terbentuknya karakter anak bangsa yang paripurna, baik menyangkut aspek duniawi maupun ukhrawi, atau dengan kata lain menyentuh aspek rohani, intelektual dan jasmani. Oleh karena itu proses pembentukan karakter anak bangsa harus didukung oleh berbagai aspek, terutama aspek pendidikan dalam keluarga. Hal ini tentu sangat beralasan, karena dalam fitrahnya setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, putih bersih bagaikan selembar kertas yang belum ternoda. Ia akan berkembang sesuai  dengan bentuk pendidikan yang diperoleh dari kedua orang tuanya dan lingkungan sekitarnya.

Sebagai rujukan pembahasan ini, marilah kita simak  firman Allah dalam Surah At-Tahrim ayat 6, yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.

Prof. Dr. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah volume 15 menulis pada halaman 177. Tafsir ayat tersebut menegaskan bahwa dakwah dan pendidikan harus bermula dari keluarga. Walau secara redaksional ayat ini tertuju pada kaum pria selaku ayah, namun makna yang dikandungnya menuntut kedua orang tua secara bersama-sama harus bertanggung jawab terhadap anak-anaknya. Mujahid ternama Sufyan As-Sauri menafsirkan ayat tersebut sebagai perintah kepada pemimpin keluarga untuk senantiasa bertakwa kepada Allah dan berpesan kepada ahli keluarganya untuk berada dalam koridor ajaran agama Islam. Demikian pula yang dikemukakan oleh Maqatil bin Hayyan, bahwa setiap muslim berkewajiban mengajari keluarganya, tentang hal-hal yang diwajibkan Allah serta apa-apa yang dilarang-Nya, sebagai bentuk tanggung jawab terhadap amanah Allah. Sebuah keluarga seyogyanya menciptakan rumah tangga yang dihiasi nilai-nilai agama serta dinaungi oleh hubungan yang harmonis. 

Mengapa anak perlu dijaga agar tetap berada dalam koridor agama? Jawabannya adalah karena pembentukan karakter bukanlah hal yang instan dan dapat terwujud begitu saja. Perubahan karakter dapat terjadi bila kaeluarga tidak istiqomah dalam membina putra-putrinya. Apalagi di tengah arus teknologi informasi yang kian tiudak terkendali, terkadang membawa persoalan baru. Ketika anak beranjak dewasa, ia menampakkan wajah manis dan santun, penuh bakti kepada orang tua, berprestasi di sekolah, bergaul dengan baik di lingkungan masyarakat sekitarnya. Tetapi di suatu saat dapat pula berubah sebaliknya, perilakunya mencerminkan keburukan akhlaknya, kenakalan berubah menjadi bentuk kejahatan, sehingga orang tua pun selalu hidup dalam bayang kecemasan. Oleh karena itu, peran keluarga sangat berpengaruh dalam mengawal tumbuh kembang karakter anak secara teratur dan sistematis.


Bagaimana karakter anak bangsa yang diharapkan mampu tampil sebagai agent of change, pembawa perubahan dalam lingkup sosial  masyarakat kita? Jawabannya dapat kita simak pada firman Allah dalam surah al-Furqaan ayat 74, yang artinya:
Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
 
Maha Agung Allah yang telah menciptakan al-Qur’an sebagai mukjizat, pedoman hidup yang sempurna, tiada cacat dan tiada sia-sia. Salah satu mukjizatnya adalah ayat-ayat yang terdiri dari susunan kata yang sempurna dan penuh makna, yang tepat dan tidak akan menimbulkan keraguan. 

Al-Alusi dalam kitab tafsirnya menjelaskan ayat tersebut secara semantik, bahwa kata al-ladzina menunjuk kepada mereka yang memanjatkan doa dan permohonannya kepada Allah Swt. Doa yang mereka panjatkan adalah agar dikaruniai  dzurriyah atau keturunan yang dapat menjadi qurrata a’yun. Kata qurrata a’yun  merupakan kinayah  atau kata kiasan dari al-surtir wa al-farah  atau rasa senang dan gembira. Ditegaskan pula oleh Fakhruddin al-Razi, tidak ada keraguan bahwa yang dimaksud dengan qurrata a’yun tersebut adalah perilaku dalam perkara agama yang dapat menyejukkan hati orang tua. Bukan dalam urusan dunia seperti harta kekayaan, pangkat, jabatan, atau ketampanan dan kecantikan. Akan tetapi membentuk pribadi sempurna, berakhlak paripurna, berilmu maliyah, beramal ilmiyah.  

Sebagai kesimpulan tulisan ini, keluarga adalah garda depan dalam pembentukan karakter anak bangsa. Pendidikan dalam keluarga akan memberi pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan pribadi anak bangsa. Dari keluarga yang unggul akan lahir seorang anak bangsa yang unggul, anak bangsa yang berkhlakul karimah, beriman dan teguh pendirian, pandai mempertahankan aqidah, pintar membela keyakinan, tampil sebagai putra-putri dunia yang lebih baik mati berkalang tanah daripada hidup bercermin bangkai.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar