Perbedaan antara yang MUNGKIN dan TIDAK MUNGKIN, terletak pada TEKAD KITA.

Selasa, 07 April 2015

MENGINGAT KEMATIAN

Jamaah Jumat Rahimakumullah
Baru saja kita dengar lantunan azan dari muazin yang melafazkan kalimat suci, isyarat panggilan Ilahi. Bagi insan yang hatinya tersentuh, tergerak langkahnya untuk segera datang ke rumah suci ini.   Dan kita yang telah hadir di sini, sangat pantas bersyukur  kepada Allah Swt. Yang telah memberikan kesempatan untuk kembali melaksanakan sholat Jum’at berjamaah, sementara lebih  banyak lagi saudara-saudara kita yang tidak diberi kesempatan dengan berbagai alasan. Shalawat dan salam tak lupa harus terus tercurah kepada junjangan Nabi Besar Muhammad Saw.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Imam al-Qurtubi dalam al-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umuri al-Akhirah dan dihasankan oleh Al-Albani), menceritakan: Suatu hari Sahabat Umar bin Khattab duduk bersama Rosululloh. Kemudian datanglah seorang sahabat Anshar, seraya memberi salam ia bertanya: “Wahai Rosululloh, mu’min yang seperti apa yang paling utama?”. Beliau menjawab :”Yang paling baik akhlaknya”. Sahabat itu bertanya lagi: “Mu’min seperti apakah yang paling cerdas?” Beliau menjawab: “Mu’min yang paling cerdas adalah yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik mempersiapkan diri untuk sesudah kematian itu, mereka itulah orang-orang yang cerdas”, sebab orang seperti itulah yang mengetahui hakikat hidup, dan menghindar dari tipuan-tipuan kehidupan.
Kematian adalah keniscayaan yang dialami oleh setiap manusia walaupun sebabnya berbeda-beda. Allah berfirman di dalam QS Al-Jumu’ah ayat 8: Artinya: Katakanlah: ”Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. ” (QS Al-Jumuah : 8).
Kalaulah kita mau melihat fakta dan fenomena kehidupan manusia sekarang, karena terlalu asyik dengan kehidupan dunia,  banyak yang  tidak  menyadari dan tidak menyiapkan diri untuk menghadapi saat  datangnya ajal.  Kematian bukanlah akhir dari segalanya, justru kematian merupakan awal perjalanan panjang yang tiada akhir. Orang yang cerdas tentu  mempersiapkan diri dan perbekalan dengan sebaik baiknya  untuk menghadapi datangnya kematian itu. Mereka sadar betul bahwa di belakang kematian masih ada kehidupan panjang yang harus dilalui berupa alam barzakh, padang mahsyar, dan kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. Mereka sadar betul bahwa kehidupan dunia ini tidak ada artinya dibandingkan kehidupan akhirat yang kekal dan abadi selama lamanya.
Sehubungan dengan Mengingat Kematian ini Rasulullah bersabda: Artinya: ”perbanyaklah mengingat kematian, Sebab yang demikian itu akan menghapuskan dosa, dan menyebabkan timbulnya kezuhudan di dunia.”
Hadis tersebut merupakan nasihat sekaligus peringatan. Bahwasannya mengingat mati itu perintah, sebab orang yang teringat kematian dengan sebenarnya pasti dirinya akan termotivasi untuk mengurangi sifat-sifat tamaknya terhadap dunia dan menghalanginya untuk berangan-angan yang tak berujung. Hadis itu juga peringatan bahwa, betapa sakarotul maut itu sungguh ujian yang dahsyat dan dapat memutus segala kelezatan yang selama ini kita rasakan dalam kehidupan dunia.
Jamaah yang dimuliakan Allah
Jantung yang selalu berdetak untuk memompa darah yang mengalir dalam tubuh. Kedipan mata yang tak terhitung pada saat kita terjaga, tarikan nafas yang menghirup oksigen dan mengeluarkan karbondioksida selalu kita nikmati. Sadarkah kita bahwa semuanya adalah nikmat dari Allah azza wajalla.  Kita sering mudah berterimakasih kepada seorang yang berjasa kepada kita, sementara kepada Allah yang senantiasa memanjakan kita dengan nikmat-nikmat-NYA, kita sering kali memalingkan ingatan. Akibatnya kita pasti akan lupa akhirat. Dari sini dunia akan selalu menghabiskan waktu kita.
Sedangkan dengan mengingat kematian akan mendorong seseorang untuk mempersiapkan bekal kematian, menghindari melakukan perbuatan-perbuatan yang menjurus kepada kemaksiatan dan mendorong berlaku taqwa.
Lewat mimbar khutbah ini, mari kita sejenak introspeksi dan menghisab (hitung) amal kita. Apakah selama ini kita sudah banyak beramal kebaikan atau justeru lebih banyak timbangan keburukan. Sudah cukupkah bekal kita untuk menghadapi kematian? Dan apakah kita yakin kebaikan kita diterima oleh Allah, atau justru amal baik kita sia-sia bagai debu yang beterbangan?
Lalu, apa arti kita hidup didunia? Dunia adalah tempat kita mempersiapkan diri untuk akhirat. Sebagai tempat persiapan, dunia pasti akan kita tinggalkan. Ibarat terminal, kita transit di dalamnya sejenak, sampai waktu yang ditentukan, setelah itu kita tinggalkan dan melanjutkan perjalanan lagi.
Bila demikian tabiat dunia, mengapa kita terlalu benyak menyita hidup kita untuk keperluan dunia? Diakui atau tidak, dari 24 jam jatah usia kita dalam sehari, bisa dikatakan hanya beberapa persen saja yang kita gunakan untuk persiapan akhirat. Selebihnya bisa dipastikan terkuras habis oleh kegiatan yang berputar-putar di sekitar dunia. Padahal kita sangat perlu untuk menyeimbangkan keduanya.
Jamaah yang dimuliakan Allah
Sekurang-kurangnya ada 7 Cara Mengingat Kematian, sebagai mana berikut ini;
Pertama, Meningkatkan pemahaman tentang kehidupan sesudah mati.
Kedua, Menjadikan dunia sebagai tempat menanam kebajikan dan tempat persinggahan. Menanam benih-benih kebajikan sangat dianjurkan dalam Islam selagi kita hidup di dunia, karena dengan demikian, kita akan memanen kebajikan itu di akhirat nanti;
Ketiga, penting untuk menyadari bahwa kematian itu sangat dekat dengan kita, kapan pun dan di manapun, kematian pasti terjadi;
Keempat, membiasakan untuk menjenguk orang sakit baik itu keluarga maupun tetangga dan mendoakannya agar diberi kesembuhan;
Kelima, bertakziah kepada yang ditimpa musibah kematian, bisa dengan sukarela ikut mengurus, memandikan, menshalati jenazah dan mengantar jenazah sampai dengan penguburan jenazah.
Keenam, membiasakan diri untuk berziarah kubur, utamanya adalah berziarah kepada sanak keluarga yang sudah mendahului kita; atau sesekali berziarah ke makam alim-ulama dan waliyullah di berbagai tempat.
Ketujuh, berusaha untuk selalu berdoa agar pada saatnya, kita dijemput kematian yang diridhai Allah SWT, yang khusnul khatimah, terbebas dari siksa kubur dan siksa api neraka; memperbanyak dzikir dan doa yang diajarkan Rasulullah SAW, yang dapat menjadi sarana bagi kita untuk mengingat kematian dan kehidupan sesudahnya. Misalnya setelah selesai shalat baca doa: Ya Allahu biha, Ya Allahu biha,  ya Allahu bihusnil khotimah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar