Jamaah Jumat Rahimakumullah
Baru
saja kita dengar lantunan azan dari muazin yang melafazkan kalimat suci, isyarat
panggilan Ilahi. Bagi insan yang hatinya tersentuh, tergerak langkahnya untuk segera
datang ke rumah suci ini. Dan kita yang
telah hadir di sini, sangat pantas bersyukur kepada Allah Swt. Yang telah memberikan
kesempatan untuk kembali melaksanakan sholat Jum’at berjamaah, sementara lebih banyak lagi saudara-saudara kita yang tidak
diberi kesempatan dengan berbagai alasan. Shalawat dan salam tak lupa harus
terus tercurah kepada junjangan Nabi Besar Muhammad Saw.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Imam al-Qurtubi dalam al-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umuri al-Akhirah dan dihasankan oleh
Al-Albani), menceritakan: Suatu
hari Sahabat Umar bin Khattab duduk bersama Rosululloh. Kemudian datanglah
seorang sahabat Anshar, seraya memberi salam ia bertanya: “Wahai
Rosululloh, mu’min yang seperti apa yang paling utama?”. Beliau menjawab :”Yang
paling baik akhlaknya”. Sahabat itu bertanya lagi: “Mu’min seperti
apakah yang paling cerdas?” Beliau menjawab: “Mu’min yang paling cerdas
adalah yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik mempersiapkan
diri untuk sesudah kematian itu, mereka itulah orang-orang yang cerdas”, sebab
orang seperti itulah yang mengetahui hakikat hidup, dan menghindar dari
tipuan-tipuan kehidupan.
Kematian
adalah keniscayaan yang dialami oleh setiap manusia walaupun sebabnya
berbeda-beda. Allah berfirman di dalam QS Al-Jumu’ah ayat 8: Artinya: Katakanlah: ”Sesungguhnya
kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan
menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui
yang ghaib dan yang nyata, lalu dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan. ” (QS Al-Jumuah : 8).
Kalaulah kita mau melihat fakta dan
fenomena kehidupan manusia sekarang, karena terlalu asyik dengan kehidupan
dunia, banyak yang tidak menyadari dan tidak menyiapkan
diri untuk menghadapi saat datangnya ajal. Kematian bukanlah akhir
dari segalanya, justru kematian merupakan awal perjalanan panjang yang tiada akhir.
Orang yang cerdas tentu mempersiapkan
diri dan perbekalan dengan sebaik baiknya untuk menghadapi datangnya
kematian itu. Mereka sadar betul bahwa di belakang kematian masih ada kehidupan
panjang yang harus dilalui berupa alam barzakh, padang mahsyar, dan kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. Mereka sadar betul bahwa kehidupan
dunia ini tidak ada artinya dibandingkan kehidupan akhirat yang kekal dan abadi selama
lamanya.
Sehubungan
dengan Mengingat Kematian ini Rasulullah bersabda: Artinya: ”perbanyaklah mengingat kematian, Sebab
yang demikian itu akan menghapuskan dosa, dan menyebabkan timbulnya kezuhudan
di dunia.”
Hadis tersebut merupakan nasihat
sekaligus peringatan. Bahwasannya mengingat mati itu perintah, sebab orang yang
teringat kematian dengan sebenarnya pasti dirinya akan termotivasi untuk
mengurangi sifat-sifat tamaknya terhadap dunia dan menghalanginya untuk
berangan-angan yang tak berujung. Hadis itu juga peringatan bahwa, betapa
sakarotul maut itu sungguh ujian yang dahsyat dan dapat memutus segala
kelezatan yang selama ini kita rasakan dalam kehidupan dunia.
Jamaah yang dimuliakan Allah
Jantung
yang selalu berdetak untuk memompa darah yang mengalir dalam tubuh. Kedipan
mata yang tak terhitung pada saat kita terjaga, tarikan nafas yang menghirup
oksigen dan mengeluarkan karbondioksida selalu kita nikmati. Sadarkah kita
bahwa semuanya adalah nikmat dari Allah azza wajalla. Kita sering mudah berterimakasih kepada
seorang yang berjasa kepada kita, sementara kepada Allah yang senantiasa
memanjakan kita dengan nikmat-nikmat-NYA, kita sering kali memalingkan ingatan.
Akibatnya kita pasti akan lupa akhirat. Dari sini dunia akan selalu
menghabiskan waktu kita.
Sedangkan
dengan mengingat kematian akan mendorong seseorang untuk mempersiapkan bekal
kematian, menghindari melakukan perbuatan-perbuatan yang menjurus kepada
kemaksiatan dan mendorong berlaku taqwa.
Lewat
mimbar khutbah ini, mari kita sejenak introspeksi dan
menghisab (hitung) amal kita. Apakah selama ini kita sudah banyak beramal
kebaikan atau justeru lebih banyak timbangan keburukan. Sudah cukupkah bekal kita
untuk menghadapi kematian? Dan apakah kita yakin kebaikan kita diterima oleh
Allah, atau justru amal baik kita sia-sia bagai debu yang beterbangan?
Lalu,
apa arti kita hidup didunia? Dunia adalah tempat kita mempersiapkan diri untuk
akhirat. Sebagai tempat persiapan, dunia pasti akan kita tinggalkan. Ibarat
terminal, kita transit di dalamnya sejenak, sampai waktu yang ditentukan,
setelah itu kita tinggalkan dan melanjutkan perjalanan lagi.
Bila
demikian tabiat dunia, mengapa kita terlalu benyak menyita hidup kita untuk
keperluan dunia? Diakui atau tidak, dari 24 jam jatah usia kita dalam sehari,
bisa dikatakan hanya beberapa persen saja yang kita gunakan untuk persiapan
akhirat. Selebihnya bisa dipastikan terkuras habis oleh kegiatan yang
berputar-putar di sekitar dunia. Padahal kita sangat perlu untuk menyeimbangkan
keduanya.
Jamaah yang dimuliakan Allah
Sekurang-kurangnya
ada 7 Cara Mengingat Kematian, sebagai
mana berikut ini;
Pertama, Meningkatkan
pemahaman tentang kehidupan sesudah mati.
Kedua, Menjadikan dunia
sebagai tempat menanam kebajikan dan tempat persinggahan. Menanam benih-benih
kebajikan sangat dianjurkan dalam Islam selagi kita hidup di dunia, karena
dengan demikian, kita akan memanen kebajikan itu di akhirat nanti;
Ketiga, penting untuk menyadari
bahwa kematian itu sangat dekat dengan kita, kapan pun dan di manapun, kematian
pasti terjadi;
Keempat, membiasakan untuk
menjenguk orang sakit baik itu keluarga maupun tetangga dan mendoakannya agar
diberi kesembuhan;
Kelima, bertakziah kepada yang
ditimpa musibah kematian, bisa dengan sukarela ikut mengurus, memandikan,
menshalati jenazah dan mengantar jenazah sampai dengan penguburan jenazah.
Keenam, membiasakan diri
untuk berziarah kubur, utamanya adalah berziarah kepada sanak keluarga yang sudah
mendahului kita; atau sesekali berziarah ke makam alim-ulama dan waliyullah di
berbagai tempat.
Ketujuh, berusaha untuk
selalu berdoa agar pada saatnya, kita dijemput kematian yang diridhai Allah
SWT, yang khusnul khatimah, terbebas dari siksa kubur dan siksa api neraka;
memperbanyak dzikir dan doa yang diajarkan Rasulullah SAW, yang dapat menjadi
sarana bagi kita untuk mengingat kematian dan kehidupan sesudahnya. Misalnya
setelah selesai shalat baca doa: Ya
Allahu biha, Ya Allahu biha, ya Allahu
bihusnil khotimah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar