Kaum
Muslim, Sidang Majelis Jumat Rahimakumullah.
Jika hari ini kita masih diberikan Hidayah
untuk menghirup udara kehidupan sehingga terpanggil datang ke Masjid untuk
melaksanakan shalat Jumat, tentu saja semua adalah karena rahmat, kuasa dan kehendak Allah Azza wajalla. Adalah sangat pantas dan wajar, dengan rahmat yang
terus menerus kita terima, kita bersyukur kepada-Nya. Semoga dengan bersyukur, nikmat kita rasakan semakin bertambah, dan
takwa kita semakin berkualitas.
Sahalawat dan Salam tentu saja selalu tercurah
kepada Pemimpin Sejati Nabi Muhammad SAW. Untuk keluarga, sahabat, dan Pengikut
Beliau sampai akhirul zaman.
Kaum
Muslimin Jamah Jumat, Rahimakumullah
Prof. Arnold Toynbee, seorang sejarawan dan
Filsuf abad ke 20 mengatakan, “tiada suatu jiwapun yang hidup di alam raya ini
tanpa mendapatkan tantangan dan rangsangan untuk memikirkan misteri alam
semesta dan mengungkapkan masa lalu yang penuh peristiwa.
Ungkapan ini mengisyaratkan kita bahwa di
balik keindahan alam nan indah mempesona, kesempurnaan struktur natural dan
peraturannya yang menakjubkan, tersimpan kesan-kesan masa lalu yang patut kita
telusuri, kita baca, kita teliti, dan
kita gali untuk menjadi batu pijakan dalam melangkah dan menggapai kemuliaan di
masa datang. Sebab, bila kita tak mau menengok ke belakang, tidak pandai
bercermin pada sejarah, kita tidak akan pernah tahu dan menghargai jasa para
leluhur. Akibatnya, kita akan terjatuh dua kali dalam satu lubang, kita akan
mengulangi kegagalan. Kita diibaratkan seperti seorang buta yang berjalan tanpa
tongkat, kita akan sulit bangkit, maju dan jaya. Apalagi bersaing dan sejajar
dengan orang yang sudah maju. Itulah pentingnya kita bercermin pada sejarah
masa lalu.
Kaum
Muslimin Jamah Jumat, Rahimakumullah
Berkenaan dengan pentingnya mempelajari
sejarah, maka pada kesempatan ini khotib akan sedikit menyumbang gagasan dalam
judul khutbah: Menjadikan Sejarah sebagai Cermin Kehidupan dalam Menyongsong Masa
Depan, Dengan landasan QS Ali Imran ayat 137:
Terjemahannya:
Sesungguhnya Telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah[230]; Karena itu
berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang
yang mendustakan (rasul-rasul).
Ayat ini dijelaskan oleh Imam Ali As-Shabuni,
bahwa telah berlaku sunah-sunah Allah pada umat-umat terdahulu berupa kehancuran,
akibat sikap menentang mereka kepada para utusan Allah. Melalui ayat ini kita
diperintahkan supaya mengambil pelajaran dan peristiwa masa lalu, dengan
menyaksikan kehancuran-kehancuran yang pernah menimpa para pendusta dan pelaku
dosa.
Dengan mempelajari sejarah masa lalu kita akan
menemukan sosok Fir’aun, seorang tirani, dictator, gila hormat, rakus kekuasaan
serta memaksa rakyat untuk memuji dan memuja bahkan sampai pada puncak
kedurjanaannya, memproklamirkan diri menjadi Tuhan dan akhirnya dia
ditenggelamkan di Lautan Merah.
Bagaimana jika jika kisah masa lalu itu kita
kaitkan dengan kondisi zaman sekarang, terutama di Negeri kita tercinta ini?
Ternyata, sosok-sosok pembangkang, pelanggaran aturan-aturan Allah, pelaku
maksiat, manusia-manusia sombong, yang berebut jabatan, masih bergentayangan di
negeri ini.
Bukankah di Negeri ini memiliki aktor-aktor
tangguh yang tampil di panggung sejarah dengan mengagumkan, seperti Sang
Proklamator Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, dan Pahlawan Pergerakan Kemerdekaan: Imam
Bonjol, Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, Teuku Umar. Mereka dengan
ikhlas mengorbankan jiwa raga bahkan nyawa sekalipun, dengan satu tujuan untuk
mengusir kaum imperialis dari persada Bumi Indonesia. Semua itu mereka lakukan
dengan dasar rasa cinta yang tinggi terhadap tanah air.
Jika kita ingin membuka jalan kejayaan di masa
lalu untuk menyongsong masa depan yang cerah, maka kita patut mencontoh, meniru
dan meneladani sifat dan sikap leluhur kita itu, yakni menumbuhsuburkan rasa
cinta yang tinggi terhadap tanah air. Rasulullah SAW menandaskan “Cinta Tanah Air
itu Sebagian dari Iman.”
Karenanya kita harus satu pendapat bahwa
sejarah tidak cukup hanya ditulis, dibukukan, dimuseumkan, diajarkan,
diseminarkan. Namun lebih jauh dari itu, penelitian dan penggalian sejarah
harus dijadikan cermin yang membawa kea rah perubahan total akhlak dan sikap
kita menuju arah yang lebih baik, guna menyongsong kemuliuaan di masa
mendatang.
Apa yang harus kita lakukan dan siapkan?
Jawabannya tak lain adalah: Kita harus
memperteguh keimanan dan ketakwaan. Kita jadikan sejarah sebagai sarana
memperteguh keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Hal ini pernah ditegaskan
Allah dalam Surah Hud ayat 120:
Terjemahannya:
Dan semua kisah dari rasul-rasul kami
ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan
dalam surat Ini Telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan
bagi orang-orang yang beriman.
Demikian penjelasan Allah tentang hikmah
menjadikan sejarah sebagai cermin, yaitu keteguhan hati, keyakinan terhadap
kebenaran janji Allah terhadap para pelaku sejarah, serta kesiapan menjadikan
sejarah sebagai cermin dalam menyongsong masa depan yang lebih berharga.
Ingatlah : Panggung sejarah selalu dimainkan
oleh tokoh yang terbaik dan terburuk. Dan kita harus bercermin dari peristiwa
YANG BURUK UNTUK TIDAK TERJADI PADA KEHIDUPAN KITA. Dan menjadikan contoh serta
teladan terhadap tokoh-tokoh sejarah yang mulia untuk menjadi lampu penerang
dalam melangkah menuju masa depan yang cerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar